Hakim Tolak Praperadilan 2 Wajib Pajak yang Dijerat Pidana oleh DJP Banten

TANGERANG – Hakim Pengadilan Negeri Tangerang menolak dua gugatan praperadilan yang diajukan dua wajib pajak (WP) yang telah ditetapkan tersangka oleh penyidik Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Banten.

Dua perkara praperadilan tersebut yaitu Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Tgr yang diajukan oleh H, eks Direktur Utama PT. MAP. Sedangkan perkara lainnya yakni Nomor 6/Pid.Pra/2023/PN.TNG yang diajukan oleh MS, Direktur PT. PMSM.

Kanwil DJP Banten mengklaim kemenangan atas dua perkara gugatan praperadilan tersebut merupakan langkah baik untuk penegakan hukum perpajakan.

“Kedua Putusan Praperadilan ini memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan dan menguatkan DJP dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penegakan hukum di bidang perpajakan,” ungkap M. Junaidi, Plt. Kepala Bidang P2Humas
Kanwil DJP Banten dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).

Junaidi menegaskan, Kanwil DJP Banten berkomitmen untuk melakukan tindakan penegakan hukum yang konsisten, efektif dan berkeadilan, sebagai upaya pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan.

“Karena pajak memegang peranan besar dalam menopang penerimaan Negara,” tuturnya.

Dari informasi yang diterima Fakta Banten, atas perkara praperadilan Nomor 1/Pid.Pra/2023/PN.Tgr, tersangka WP berinisial H mengajukan permohonan praperadilan dengan Menkeu-RI Cq Ditjen Pajak Cq Kanwil DJP Banten Cq Maryudin PPNS pada Kanwil DJP Banten sebagai pihak Termohon. Praperadilan yang diajukan H untuk menguji atas sah atau tidaknya penetapan tersangka yang telah dilakukan oleh Termohon.

Pemohon beralasan bahwa yang bertanggungjawab di muka hukum pasca wajib pajak telah dinyatakan pailit pada 22 Agustus 2019 adalah para kurator, sehingga Pemohon tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.

Pemohon juga memohon kepada Hakim Praperadilan untuk memerintahkan termohon menghentikan proses penyidikan dan membebaskan status tersangka pemohon.

Kartini dprd serang

Sedangkan dalam putusan yang dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum, hakim memutuskan untuk menolak seluruh permohonan dari pemohon.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim berpendapat bahwa penetapan tersangka telah didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP.

Adapun atas permohonan pemohon mengenai siapa yang harus bertanggung jawab di muka hukum, hal itu dinilai sudah memasuki subtansi materi pokok perkara yang bukan merupakan objek dan lingkup kewenangan praperadilan.

Oleh karenanya, hakim memutuskan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima sehingga penetapan pemohon sebagai tersangka dinyatakan sah dan sesuai dengan ketentuan hukum.

Sementara itu, pada putusan perkara praperadilan Nomor 6/Pid.Pra/2023/PN.TNG, Wajib Pajak atas nama MS mengajukan permohonan praperadilan dengan DJP sebagai pihak Termohon I, Kepala Kanwil DJP Banten sebagai pihak Termohon II, dan Kepala KPP Pratama Kosambi sebagai pihak Termohon III.

Objek perkara praperadilan yang diajukan oleh pemohon adalah mengenai sah atau tidaknya penerbitan surat perintah pemeriksaan bukti permulaan, pemberitahuan bukti permulaan, serta sah atau tidaknya upaya penggeledahan dan penyitaan.

Diketahui, hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Tangerang Agus Iskandar, dalam pertimbangannya menyatakan bahwa tidak ada bukti penyitaan dan penggeledahan dalam proses pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kanwil DJP Banten terhadap PT. PMSM.

Oleh karenanya, hakim praperadilan memutuskan bahwa permohonan yang diajukan pemohon terlalu premature sehingga permohonan pemohon tidak dapat diterima.

Adapun penggeledahan dan penyitaan yang didalilkan oleh pemohon, merupakan peminjaman dokumen dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. (*/Rizal)

Polda