Puasa dan Ketahanan Pangan
Oleh : M. ASEP RAHMATULLAH (Dosen FA UNIS Tangerang)
“Hai Orang-orang yang beriman ! Di wajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.
(QS AL-BAQARAH AYAT 183)
Di seluruh dunia, umat manusia tengah di goncang oleh wabah penyakit virus corona atau covid 19, di dalam beberapa berita yang membahas virus corona ini masih menjadi dua pertanyaan besar dalam benak penulis.
Pertama apakah ini sebuah wabah musibah yang bersifat alami terjadi begitu saja ada. Kedua, apakah ini adalah sebuah perang senjata biologi kesehatan melalui virus atau konspirasi elit politik global untuk menguasai dunia.
Situasi dan kondisi dunia, termasuk Indonesia sudah terperangkap dan terkena penyakit korona yang menghiasai dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia maya baik itu Face book, Whatsup, Twiter, Instagram, dan berita online. Dengan adanya berita-berita itu membuat masyarakat kita ketakutan, tertekan dan merasa terancam nyawanya, bahkan hampir semua aktivitas terhenti dalam sekejap.
Aktivitas yang biasanya terjadi sekarang sudah pindah ke aktivitas yang serba online/ daring melalui jaringan komunikasi handphone dan komputeriasasi. Kalau penulis analisasi secara SWOT, bahwa kelebihan aktivitas melalui sistem teknologi komunikasi ini dapat mengurangi dampak polusi udara, mengurangi kemacetan dan alam semesta menjadi bersih normal kembali.
Selanjutnya, kelemahan sistem aktivitas kerja online ini memberikan dampak besar bagi industri perekonomian, karena manusia tidak bisa bekerja secara massal berjamaah, pekerja tidak bisa memproduksi seperti biasanya. Masyarakat banyak yang kehilangan mata pencaharian, yang akhirnya banyak yang menganggur dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dan sporadis oleh industri perusahaan.
Karena kita hidup di era industri, maka hampir sebagian besar manusia yang bekerja di pabrik sebagai buruh sangat terancam kehidupannnya. Dan ini merupakan ancaman yang paling besar, karena mereka hidupnya menggantungkan penghasilan dari gajih perusahaan.
Kalau mereka tidak punya gajih, maka mereka tidak memiliki penghasilan, yang akhirnya mereka tidak bisa memenuhi kehidupannya. Bahkan yang paling berbahaya adalah kelaparan, kemiskinan dan kematian massal berjamaah.
Oleh karena itu, dengan adanya wabah penyakit covid 19 ini, bertepatan dengan umat islam diseluruh dunia memasuki bulan suci ramadhan, termasuk umat islam bangsa Indonesia. Pada bulan suci ramadhan ini merupakan suatu momentum besar bagi kaum muslimin untuk melakukan ibadah puasa, serta juga banyak evaluasi dan intropeksi diri untuk kemajuan Islam.
Evaluasi dan intropeksi diri ini sangat perlu bagi kaum muslimin dimanapun berada, karena di balik ujian pasti selalu ada harapan dan optimisme di tengah pandemi virus corona atau covid 19. Pada momentum peluang ini harus di manfaatkan oleh umat islam bangsa indonesia dan dunia untuk kebangkitan dan kemajuan masa depan Islam.
Agama Islam merupakan agama yang sangat utuh menyeluruh (Integralistik Holistik), yang menyangkut berbagai aspek ilmu, pendidikan, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, budaya dan peradaban, hukum HAM, Militer/ pertahanan dan kemananan, perikanan, pertanian, ketahanan pangan, kelautan dan pariwisata.
PUASA
Setelah lebih 18 bulan Rasulullah tinggal di Madinah, maka pada akhir bulan sya’ban turunlah wahtu Allah tentang perintah puasa ramadhan, yang berbunyi :
“ Hai Orang-orang yang beriman ! Di wajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. ( QS AL-BAQARAH AYAT 183).
Pada permulaan turunnya ayat shiyam atau awal pelaksanaan perintah puasa ramadhan, kaum muslimin pada waktu itu menghadapi kesukaran dalam pelaksanaannya. Sebab, setelah berbuka puasa beberapa sa’at, mereka tidak dibolehkan makan, minum dan bercampur dengan istri/suami hingga terbenamnya matahari pada esok harinya. Dengan kata lain, waktu berbuka bagi mereka demikian sempit, yakni sejak terbenam matahari sampai kira-kira tibanya waktu isya. Sempitnya waktu berbuka itu mereka rasakan berat. Maka sehubungan dengan hal mereka itu, turunlah wahyu yang berbunyi:
“Di halalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah di tetapkan Allah untukmu, dan makan serta minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hita, yakni fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritiqaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa. (QS AL-BAQARAH AYAT 187).
Turunnya ayat shaum pada tahun kedua Hijriyah itu merupakan kebijaksanaan Allah. Walaupun turun di tengah-tengah basis Yahudi dan menimbulkan reaksi mereka, tetapi Rasulullag saw merasa berkewajiban untuk mneunjukan ketegasan Islam yang membawa syariat baru, khususnya tentang puasa, selain tentang kiblat (perpindahan kiblat) dan shalat.
Beliau datang dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk mengalahkan terhadap agama-agama seluruhnya. Walupun orang-orang musyrik membencinya. Rasulullah saw tidak peduli terputus hubungan dengan mereka, demi tegaknya syariat islam yang baru di tengah-tengah kondisi masyarakat quraisy di Makkah, Yahudi di Madinah dan Nasrani di Najran. (Puasa pada umat-umat terdahulu dan sekarang, Siswono, Republika).
KETAHANAN PANGAN
Pada kesempatan di bulan suci ramadhan ini, penulis ingin mengajak seluruh komponen masyarakat, baik itu umat islam ataupun non muslim bangsa Indonesia untuk melakukan aksi nyata dengan bercocok tanam atau bertani untuk mencukupi semua kebutuhan pangan.
Ada istilah bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah petani, maka sudah saatnya sektor pertanian ini di galakan oleh semua pihak untuk keberlangsungan hidup dan kehidupan masyarakat Indonesia. Karena yang utama dan pertama adalah kebutuhan pangan yang erat kaitannya dengan makanan.
Di bulan puasa ini momentum untuk bercocok tanam, bertani untuk kebutuhan jangka panjang masa depan umat manusia. Serta juga untuk menguatkan perekonomian dengan melakukan pola hidup secara aktif teratur, menjaga hawa nafsu, cerdas dalam melihat persoalan, disiplin dalam kehidupan baik itu istirahat tidur dan aktivitas lainnya, serta produktif dengan cara bertani, menghemat dan belanja untuk tidak menghambur-hamburkan uang atau tidak boros.
Oleh karena itu, kita semua harus belajar dari Nabi Yusuf As yang telah berhasil menyelamatkan bangsa mesir dari musim yang sangat sulit (Paceklik), sehingga masyarakatnya menderita kelaparan. Sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi :
“Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun berturut-turut sebagaimana biasa, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemduia setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang mneghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya tahun sulit. Kecuali sedikit dari apa bibit gandum yang kamu simpan”. (QS Yusuf ayat 47).
Dari ayat diatas dengan jelas Allah memberikan petujuk kepada nabi Yuusf as untuk mempersiapkan diri dengan melakukan aktivitas kegiatan bercocok tanam ataupun bertani untuk memenuhi kebutuhan pangan bangsa masyarakat mesir. Dari pelajaran ayat diatas, mari kita manfaatkan segala potensi yang ada, baik itu di pekarangan rumah, ataupun yang memiliki tanah untuk bercocok tanam.
Oleh karena itu, di bulan suci ramadan ini, merupakan suatu titik tolak kebangkitan umat Islam bangsa Indonesia dan di seluruh dunia untuk bangkit dari ketertinggala. Selanjutnya, penting untuk terus menggalang kesatuan dan persatuan umat Islam dimanapun berada, membangun jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosialisme Islam. Dan berjihad melawan hawa nafsu, lapar, haus dan dahaga serta membangun ekonomi pertanian dan ketahanan pangan untuk kebutuhan seluruh umat manusia demi kesejahteraan bersama. Semoga bermanfaat mencerahkan. (***)