Soroti Kasus Anak, Sekretaris DPW PSI Banten Minta Semua Pihak Terlibat
SERANG – Sekretaris DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi Banten Maretta Dian Arthanti, meminta seluruh elemen terlibat dalam menuntaskan kasus dan permasalahan anak.
Pasalnya, lanjut Maretta, menilik masih banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak, menjadi kondisi yang memprihatinkan, meski Provinsi Banten mendapatkan predikat layak anak.
Menurut Maretta, belum ada upaya serius dan berkelanjutan untuk mewujudkan Banten Provinsi layak anak, meskipun Banten telah menerima tiga kali penghargaan provinsi layak anak.
“Kekerasan anak masih banyak terjadi di Provinsi Banten,” kata Anggota DPRD Banten dapil Tangerang Selatan (Tangsel) ini, beberapa waktu lalu.
“Dari informasi yang didapatkan, di Tangsel masih terdapat 315 kasus per tahun kekerasan anak, belum kota kabupaten lainnya,” tambahnya.
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Banten tersebut menyatakan, dalam upaya menegakkan Banten sebagai provinsi layak anak, perlu adanya program yang terintegrasi terhadap pencapaiannya.
“Belum adanya program yang terintegrasi antar institusi pemerintah maupun swasta, yang mendukung terwujudnya institusi yang ramah anak,” ujarnya.
Sebagai perwakilan Pemerintah Pusat di daerah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, harus memperhatikan seluruh indikator Kota Layak Anak (KLA).
Indikator pendidikan, sambung Maretta, hingga kesehatan, harus terlayani dan dilaksanakan secara maksimal dalam mewujudkan kota/kabupaten sebagai KLA.
“Tidak hanya pembangunan infrastruktur yang menunjukkan kota itu makin maju, tingkat kepuasan dan kebahagiaan penduduk juga menjadi salah satu indikator. Salah satunya kepedulian kota tersebut terhadap anak,” ungkap Maretta.
Hal ini merupakan tanggung jawab bersama kita semua. Pemerintah, legislatif, masyarakat, dan dunia usaha,” imbuhnya.
Dalam mewujudkan KLA ini, menurut Maretta ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
“Kemitraan dan peran antara sektor swasta (dunia usaha), tokoh masyarakat, tokoh adat, lembaga pemerintah dan masyarakat sipil,” jelasnya.
“Selain itu juga, harus adanya kebijakan dan anggaran yang nyata untuk mendukung kota layak anak dalam membangun sarana prasarana, dan yang terakhir adalah komitmen,” pungkasnya. (*/Red)